Senin, 30 November 2009

"kewajiban berjilbab bagi para muslimah"









Definisi Jilbab 
Jilbab ialah sejenis baju kurung yang lapang yang dapat menutup kepala, muka dan dada.
Secara bahasa, dalam kamus al Mu’jam al Wasith 1/128, disebutkan bahwa jilbab memiliki beberapa makna, yaitu:
Qomish (sejenis jubah).
Kain yang menutupi seluruh badan.
Khimar (kerudung).
Pakaian atasan seperti milhafah (selimut).
Semisal selimut (baca: kerudung) yang dipakai seorang wanita untuk menutupi tubuhnya.
Adapun secara istilah, berikut ini perkataan para ulama’ tentang hal ini.
Ibnu Hazm rahimahulloh mengatakan, “Jilbab menurut bahasa Arab yang disebutkan oleh Rasulullah shallAllohu ‘alaihi wa sallam adalah pakaian yang menutupi seluruh badan, bukan hanya sebagiannya.” Sedangkan Ibnu Katsir mengatakan, “Jilbab adalah semacam selendang yang dikenakan di atas khimar yang sekarang ini sama fungsinya seperti izar (kain penutup).” (Syaikh Al Bani dalam Jilbab Muslimah).
Syaikh bin Baz (dari Program Mausu’ah Fatawa Lajnah wal Imamain) berkata, “Jilbab adalah kain yang diletakkan di atas kepala dan badan di atas kain (dalaman). Jadi, jilbab adalah kain yang dipakai perempuan untuk menutupi kepala, wajah dan seluruh badan. Sedangkan kain untuk menutupi kepala disebut khimar. Jadi perempuan menutupi dengan jilbab, kepala, wajah dan semua badan di atas kain (dalaman).” (bin Baz, 289). Beliau juga mengatakan, “Jilbab adalah rida’ (selendang) yang dipakai di atas khimar (kerudung) seperti abaya (pakaian wanita Saudi).” (bin Baz, 214). Di tempat yang lain beliau mengatakan, “Jilbab adalah kain yang diletakkan seorang perempuan di atas kepala dan badannnya untuk menutupi wajah dan badan, sebagai pakaian tambahan untuk pakaian yang biasa (dipakai di rumah).” (bin Baz, 746). Beliau juga berkata, “Jilbab adalah semua kain yang dipakai seorang perempuan untuk menutupi badan. Kain ini dipakai setelah memakai dar’un (sejenis jubah) dan khimar (kerudung kepala) dengan tujuan menutupi tempat-tempat perhiasan baik asli (baca: aurat) ataupun buatan (misal, kalung, anting-anting, dll).” (bin Baz, 313).
Dalam artikel sebelumnya, terdapat pertanyaan apa beda antara jilbab dengan hijab. Syaikh Al Bani rahimahulloh mengatakan, “Setiap jilbab adalah hijab, tetapi tidak semua hijab itu jilbab, sebagaimana yang tampak.” Sehingga memang terkadang kata hijab dimaksudkan untuk makna jilbab. Adapun makna lain dari hijab adalah sesuatu yang menutupi atau meghalangi dirinya, baik berupa tembok, sket ataupun yang lainnya. Inilah yang dimaksud dalam firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala dalam surat al-Ahzab ayat 53,
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah nabi kecuali bila kamu diberi izin… dan apabila kamu meminta sesuatu keperluan kepda mereka (para istri Nabi), maka mintalah dari balik hijab…”

media ilmu.com 



(QS. Al-Ahzab 33: 59)

Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya[1232] ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

| Keutamaan Berjilbab |


Allah Subhanahu wa Ta’ala juga memerintahkan kaum wanita untuk menggunakan hijab sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala (yang artinya):

“Dan katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluan-nya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (Q.S An-Nur: 31)

1.Hijab Itu Adalah Ketaatan Kepada Allah Dan Rasul

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mewajibkan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala (yang artinya): “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak pula bagi perempuan yang mu’minah, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya dia telah sesat, dengan kesesatan yang nyata.” (Q.S. Al-Ahzab: 36)


Allah Subhanahu wa Ta’ala juga memerintahkan kaum wanita untuk menggunakan hijab sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala (yang artinya): “Dan katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluan-nya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (Q.S An-Nur: 31)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya): “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang jahiliyah.” (Q.S. Al-Ahzab: 33)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yanga artinya): “Apabila kamu meminta suatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.” (Q.S. Al-Ahzab: 53)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya): “Hai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” (Q.S. Al-Ahzab: 59)

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda: “Wanita itu aurat” maksudnya adalah bahwa ia harus menutupi tubuhnya.

2.Hijab Itu ‘Iffah (Kemuliaan)

Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kewajiban menggunakan hijab sebagai tanda ‘Iffah (menahan diri dari maksiat). Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya): “Hai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.” (Q.S. Al-Ahzab: 59)

Itu karena mereka menutupi tubuh mereka untuk menghindari dan menahan diri dari perbuatan jelek (dosa), “karena itu mereka tidak diganggu”. Maka orang-orang fasik tidak akan mengganggu mereka. Dan pada firman Allah “karena itu mereka tidak diganggu” sebagai isyarat bahwa mengetahui keindahan tubuh wanita adalah suatu bentuk gangguan berupa fitnah dan kejahatan bagi mereka.

3.Hijab Itu Kesucian

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya): “Apabila kamu meminta suatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.” (Q.S. Al-Ahzab: 53)

Allah Subhanahu wa Ta’ala menyifati hijab sebagai kesucian bagi hati orang-orang mu’min, laki-laki maupun perempuan. Karena mata bila tidak melihat maka hatipun tidak berhasrat. Pada saat seperti ini, maka hati yang tidak melihat akan lebih suci. Ketiadaan fitnah pada saat itu lebih nampak, karena hijab itu menghancurkan keinginan orang-orang yang ada penyakit di dalam hatinya, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman (yang artinya): “Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya.” (Q.S. Al-Ahzab: 32)

4.Hijab Itu Pelindung

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda (yang artinya): “Sesungguhnya Allah itu Malu dan Melindungi serta Menyukai rasa malu dan perlindungan”

Sabda beliau yang lain (yang artinya): “Siapa saja di antara wanita yang melepaskan pakaiannya di selain rumahnya, maka Allah Azza wa Jalla telah mengoyak perlindungan rumah itu dari padanya.”

Jadi balasannya setimpal dengan perbuatannya.

5.Hijab Itu Taqwa

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman(yang artinya): “Hai anak Adam! Sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang paling baik.” (Q.S. Al-A’raaf: 26)

6.Hijab Itu Iman

Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak berfirman kecuali kepada wanita-wanita beriman (yang artinya):“Dan katakanlah kepada wanita yang beriman.” (Q.S. An-Nur: 31).

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman (yang artinya): “Dan istri-istri orang beriman.” (Q.S. Al-Ahzab: 59)

Dan ketika wanita-wanita dari Bani Tamim menemui Ummul Mu’minin, Aisyah radhiyallahu anha dengan pakaian tipis, beliau berkata: “Jika kalian wanita-wanita beriman, maka (ketahuilah) bahwa ini bukanlah pakaian wanita-wanita beriman, dan jika kalian bukan wanita beriman, maka silahkan nikmati pakaian itu.”

7.Hijab Itu Haya’ (Rasa Malu)

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda (yang artinya): “Sesungguhnya setiap agama itu memiliki akhlak dan akhlak Islam itu adalah rasa malu.”

Sabda beliau yang lain (yang artinya):“Malu itu adalah bagian dari iman dan iman itu di surga.”

Sabda Rasul yang lain (yang artinya): “Malu dan iman itu bergandengan bersama, bila salah satunya di angkat maka yang lainpun akan terangkat.”

8.Hijab Itu Perasaan Cemburu

Hijab itu selaras dengan perasaan cemburu yang merupakan fitrah seorang laki-laki sempurna yang tidak senang dengan pandangan-pandangan khianat yang tertuju kepada istri dan anak wanitanya. Berapa banyak peperangan terjadi pada masa Jahiliyah dan masa Islam akibat cemburu atas seorang wanita dan untuk menjaga kehormatannya. Ali bin Abi Thalib Radiyallahu ‘anhu berkata: “Telah sampai kepadaku bahwa wanita-wanita kalian berdesak-desakan dengan laki-laki kafir orang ‘ajam (non Arab) di pasar-pasar, tidakkah kalian merasa cemburu? Sesungguhnya tidak ada kebaikan pada seseorang yang tidak memiliki perasaan cemburu.”

Beberapa Syarat Hijab Yang Harus Terpenuhi:

1. Menutupi seluruh anggota tubuh wanita -berdasarkan pendapat yang paling kuat.

2. Hijab itu sendiri pada dasarnya bukan perhiasan.

3. Tebal dan tidak tipis atau trasparan.

4. Longgar dan tidak sempit atau ketat.

5. Tidak memakai wangi-wangian.

6. Tidak menyerupai pakaian wanita-wanita kafir.

7. Tidak menyerupai pakaian laki-laki.

8. Tidak bermaksud memamerkannya kepada orang-orang.

Jangan Berhias Terlalu Berlebihan(Tabarruj)

Bila anda memperhatikan syarat-syarat tersebut di atas akan nampak bagi anda bahwa banyak di antara wanita-wanita sekarang ini yang menamakan diri sebagai wanita berjilbab, padahal pada hakekatnya mereka belum berjilbab. Mereka tidak menamakan jilbab dengan nama yang sebenarnya. Mereka menamakan Tabarruj sebagai hijab dan menamakan maksiat sebagai ketaatan.

Musuh-musuh kebangkitan Islam berusaha dengan sekuat tenaga menggelincirkan wanita itu, lalu Allah menggagalkan tipu daya mereka dan meneguhkan orang-orang Mu’min di atas ketaatan kepada Tuhannya. Mereka memanfaatkan wanita itu dengan cara-cara kotor untuk memalingkannya dari jalan Tuhan dengan memproduksi jilbab dalam berbagai bentuk dan menamakannya sebagai “jalan tengah” yang dengan itu ia akan mendapatkan ridha Tuhannya -sebagaimana pengakuan mereka- dan pada saat yang sama ia dapat beradaptasi dengan lingkungannya dan tetap menjaga kecantikannya.

Kami Dengar Dan Kami Taat

Seorang muslim yang jujur akan menerima perintah Tuhannya dan segera menerjemahkannya dalam amal nyata, karena cinta dan perhomatannya terhadap Islam, bangga dengan syariat-Nya, mendengar dan taat kepada sunnah nabi-Nya dan tidak peduli dengan keadaan orang-orang sesat yang berpaling dari kenyataan yang sebenarnya, serta lalai akan tempat kembali yang ia nantikan. Allah menafikan keimanan orang yang berpaling dari ketaatan kepada-Nya dan kepada rasul-Nya:“Dan mereka berkata: “Kami telah beriman kepada Allah dan rasul, dan kami menaati (keduanya).” Kemudian sebagian dari mereka berpaling sesudah itu, sekali-kali mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman. Dan apabila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya, agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka, tiba-tiba sebagian dari mereka menolak untuk datang.” (Q.S. An-Nur: 47-48)

Firman Allah yang lain (yang artinya): “Sesungguhnya jawaban orang-orang mu’min, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan: “Kami mendengar dan kami patuh.” Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapatkan kemenangan.” (Q.S. An-Nur: 51-52)

Dari Shofiyah binti Syaibah berkata: “Ketika kami bersama Aisyah radhiyallahu anha, beliau berkata: “Saya teringat akan wanita-wanita Quraisy dan keutamaan mereka.” Aisyah berkata: “Sesungguhnya wanita-wanita Quraisy memiliki keutamaan, dan demi Allah, saya tidak melihat wanita yang lebih percaya kepada kitab Allah dan lebih meyakini ayat-ayat-Nya melebihi wanita-wanita Anshor. Ketika turun kepada mereka ayat: “Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya.” (Q.S. An-Nur: 31) Maka para suami segera mendatangi istri-istri mereka dan membacakan apa yang diturunkan Allah kepada mereka. Mereka membacakan ayat itu kepada istri, anak wanita, saudara wanita dan kaum kerabatnya. Dan tidak seorangpun di antara wanita itu kecuali segera berdiri mengambil kain gorden (tirai) dan menutupi kepala dan wajahnya, karena percaya dan iman kepada apa yang diturunkan Allah dalam kitab-Nya. Sehingga mereka (berjalan) di belakang Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam dengan kain penutup seakan-akan di atas kepalanya terdapat burung gagak.”

Dikutip dari Kitab “Al Hijab” Departemen Agama Arab Saudi, Penebit: Darul Qosim P.O. Box 6373 Riyadh 11442

Dikutip dari darussalaf.or.id offline dinukil dari http://salafy-jtn.co.nr, Penulis: Departemen Agama Arab Saudi, judul: keutamaan Hijab

"indahnya memberi maaf"



Dari Anas radhiallahu 'anhu, ia berkata : Saya telah mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda : Allah ta’ala telah berfirman : “Wahai anak Adam, selagi engkau meminta dan berharap kepada-Ku, maka Aku akan mengampuni dosamu dan Aku tidak pedulikan lagi. Wahai anak Adam, walaupun dosamu sampai setinggi langit, bila engkau mohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku memberi ampun kepadamu. Wahai anak Adam, jika engkau menemui Aku dengan membawa dosa sebanyak isi bumi, tetapi engkau tiada menyekutukan sesuatu dengan Aku, niscaya Aku datang kepadamu dengan (memberi) ampunan sepenuh bumi pula”. (HR. Tirmidzi, Hadits hasan shahih)

Allah Swt. Yang memiliki kuasa atas diri kita dan segala apa yang ada di alam semesta ini mempunyai sifat Maha Pengampun kepada hamba-Nya. Allah SWT yang merajai seluruh alam semesta Maha Pengampun kepada makhluk ciptaan-Nya. Sungguh berbeda dengan raja-raja yang ada di muka bumi. Mereka memiliki kekuasaan, akan tetapi berbuat dzolim pada rakyatnya dengan kekuasaannya tersebut. Berbagai macam kisah dan cerita siksaan dan hukuman yang diberikan kepada rakyatnya, apabila sedikit saja berbuat salah. Ini kekuasaan yang di miliki oleh raja-raja di muka bumi. Sungguh Allah SWT dengan segala kekuasaan-Nya memiliki sifat Maha Pengampun atas dosa dan kesalahan para hamba-Nya. Biarpun dosa dan kesalahan yang dibawa manusia setinggi langit ataupun seluas bumi, niscaya Allah SWT akan memberikan ampunan kepadanya.
Dari hadits diatas, Allah SWT akan memberikan ampunan sebanyak dosa yang dia lakukan, “tetapi engkau tiada menyekutukan sesuatu dengan Aku, niscaya Aku datang kepadamu dengan (memberi) ampunan sepenuh” itu juga.
Uraian diatas adalah berkaitan hubungan hamba dengan sang kholiq.

Sekarang pertanyaannya adalah bagaimana kita sebagai manusia, Sebagai seorang mahluk sosial yang senantiasa berinteraksi dengan manusia yang lain, tentu kita memiliki potensi untuk berbuat salah dan dosa. Dengan potensi berbuat salah dan dosa yang kita miliki apakah memiliki sifat yang diajarkan oleh Allah SWT melalui hadits Nabi tersebut.. Ketika kita (manusia) sadar akan hal itu, maka sudah semestinya kita menyiapkan diri untuk bisa memiliki sifat pemaaf.
Sifat mau memaafkan kesalahan orang lain, akan memberikan dampak yang positif bagi diri dan masyarakat. Ketentraman dan kedamaian akan tercipta dalam rumah tangga, seandainya para penghuni rumah tangga mudah untuk memaafkan. Masayrakat akan rukun dan bersama membangun, seandainya warga masyarakatnya senantiasa menumbuhkan sifat pemaaf dalam hatinya. Di rumah tangga, di masyarakat, di kantor, di jalan, di sekolah, di kampus dan dimanapun kita berada hendaklah senantiasa mudah untuk memberikan maaf.
Dengan memberi/meminta maaf kita akan mendapatkan beberapa manfaat, diantaranya:
  1. menghilangkan rasa salah dan dosa pada diri kita, seandainya kita mau meminta maaf. Atau memberikan kelapangan hati dari rasa salah orang lain yang merasa berbuat salah pada kita.
  2. Terbina kembali silaturahmi diantara sesama manusia.
  3. Terwujudnya ketentraman dan kedamaian dalam masyarakat.
  4. Mendapatkan syurganya Allah SWT. Karena perintah memberi maaf kepada manusia merupakan salah satu ciri bagi orang-orang yang bertaqwa. Seperti pada firman Allah SWT QS.3:133-134 
  5.  

    Jumat, 27 November 2009

    "hadist Menuntut ilmu"





    Hadits Tentang Menuntut Ilmu
    Niscaya Allah akan meninggikan beberapa derajat orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat (Qur’an Al mujadalah 11)
    Menuntut ilmu wajib atas tiap muslim (baik muslimin maupun muslimah). (HR. Ibnu Majah)

    Seseorang yang keluar dari rumahnya untuk menuntut ilmu niscaya Allah akan mudahkan baginya jalan menuju Syurga (Shahih Al jami)
    Barang siapa berjalan untuk menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan baginya jalan ke syorga. (HR. Muslim).
    “Barangsiapa melalui suatu jalan untuk mencari suatu pengetahuan (agama), Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.”(Bukhari)
    Siapa yang keluar untuk menuntut ilmu maka dia berada di jalan Alloh sampai dia kembali  (Shahih Tirmidzi)
    Tuntutlah ilmu dan belajarlah (untuk ilmu) ketenangan dan kehormatan diri, dan bersikaplah rendah hati kepada orang yang mengajar kamu. (HR. Ath-Thabrani)
    Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Qur’an dan yang mengajarkannya (HR bukhari )
    Kelebihan seorang alim (ilmuwan) terhadap seorang ‘abid (ahli ibadah) ibarat bulan purnama terhadap seluruh bintang. (HR. Abu Dawud )
    Siapa yang Alloh kehendaki menjadi baik maka Alloh akan memberikannya pemahaman terhadap Agama (Sahih Ibnu Majah)
    Duduk bersama para ulama adalah ibadah. (HR. Ad-Dailami)
    Hadis riwayat Abdullah bin Masud ra., ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: Tidak ada hasad (iri) yang dibenarkan kecuali terhadap dua orang, yaitu terhadap orang yang Allah berikan harta, ia menghabiskannya dalam kebaikan dan terhadap orang yang Allah berikan ilmu, ia memutuskan dengan ilmu itu dan mengajarkannya kepada orang lain. (Shahih Muslim No.1352)
    Abdullah bin Mas’ud berkata, “Nabi saw bersabda, Tidak boleh iri hati kecuali pada dua hal, yaitu seorang laki-laki yang diberi harta oleh Allah lalu harta itu dikuasakan penggunaannya dalam kebenaran, dan seorang laki-laki diberi hikmah oleh Allah di mana ia memutuskan perkara dan mengajar dengannya.(Bukhari)
    Termasuk mengagungkan Allah ialah menghormati (memuliakan) ilmu, para ulama, orang tua yang muslim dan para pengemban Al Qur’an dan ahlinya, serta penguasa yang adil. (HR. Abu Dawud dan Aththusi)
    Siapa yang membaca satu huruf dari Kitabullah maka baginya satu kebaikan dan setiap kebaikan aka dilipat gandakan sepuluh, saya tidak mengatakan ,”Alif,lam,mim” satu huruf , tetapi alif satu huruf , lam satu huruf , dan mim satu huruf,(HR Bukhori)
    Janganlah kalian menuntut ilmu untuk membanggakannya terhadap para ulama dan untuk diperdebatkan di kalangan orang-orang bodoh dan buruk perangainya. Jangan pula menuntut ilmu untuk penampilan dalam majelis (pertemuan atau rapat) dan untuk menarik perhatian orang-orang kepadamu. Barangsiapa seperti itu maka baginya neraka … neraka. (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
    Hadis riwayat Abu Musa ra.: Dari Nabi saw. bahwa beliau bersabda: Perumpamaan Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Agung dalam mengutusku untuk menyampaikan petunjuk dan ilmu adalah seperti hujan yang membasahi bumi. Sebagian tanah bumi tersebut ada yang subur sehingga dapat menyerap air serta menumbuhkan rerumputan dan sebagian lagi berupa tanah-tanah tandus yang tidak dapat menyerap air lalu Allah memberikan manfaatnya kepada manusia sehingga mereka dapat meminum darinya, memberi minum dan menggembalakan ternaknya di tempat itu. Yang lain menimpa tanah datar yang gundul yang tidak dapat menyerap air dan menumbuhkan rumput. Itulah perumpamaan orang yang mendalami ilmu agama Allah dan memanfaatkannya sesuai ajaran yang Allah utus kepadaku di mana dia tahu dan mau mengajarkannya. Dan juga perumpamaan orang yang keras kepala yang tidak mau menerima petunjuk Allah yang karenanya aku diutus. (Shahih Muslim No.4232)
    Abu Musa mengatakan bahwa Nabi saw bersabda, “Perumpamaan apa yang diutuskan Allah kepadaku yakni petunjuk dan ilmu adalah seperti hujan lebat yang mengenai tanah. Dari tanah itu ada yang gembur yang dapat menerima air (dan dalam riwayat yang mu’allaq disebutkan bahwa di antaranya ada bagian yang dapat menerima air), lalu tumbuhlah rerumputan yang banyak. Daripadanya ada yang keras dapat menahan air dan dengannya Allah memberi kemanfaatan kepada manusia lalu mereka minum, menyiram, dan bertani. Air hujan itu mengenai kelompok lain yaitu tanah licin, tidak dapat menahan air dan tidak dapat menumbuhkan rumput. Demikian itu perumpamaan orang yang pandai tentang agama Allah dan apa yang diutuskan kepadaku bermanfaat baginya. Ia pandai dan mengajar. Juga perumpamaan orang yang tidak menghiraukan hal itu, dan ia tidak mau menerima petunjuk Allah yang saya diutus dengannya.” (Bukhari)
    Barangsiapa ditanya tentang suatu ilmu lalu dirahasiakannya maka dia akan datang pada hari kiamat dengan kendali (di mulutnya) dari api neraka. (HR. Abu Dawud)
    Orang yang paling pedih siksaannya pada hari kiamat ialah seorang alim yang Allah menjadikan ilmunya tidak bermanfaat. (HR. Al-Baihaqi)

    Apabila kamu melihat seorang ulama bergaul erat dengan penguasa maka ketahuilah bahwa dia adalah pencuri. (HR. Ad-Dailami)
    Sesungguhnya Allah tidak menahan ilmu dari manusia dengan cara merenggut tetapi dengan mewafatkan para ulama sehingga tidak lagi tersisa seorang alim. Dengan demikian orang-orang mengangkat pemimpin-pemimpin yang dungu lalu ditanya dan dia memberi fatwa tanpa ilmu pengetahuan. Mereka sesat dan menyesatkan. (Mutafaq’alaih)
    Saling berlakulah jujur dalam ilmu dan jangan saling merahasiakannya. Sesungguhnya berkhianat dalam ilmu pengetahuan lebih berat hukumannya daripada berkhianat dalam harta. (HR. Abu Na’im)
    Sedikit ilmu lebih baik dari banyak ibadah. Cukup bagi seorang pengetahuan fiqihnya jika dia mampu beribadah kepada Allah (dengan baik) dan cukup bodoh bila seorang merasa bangga (ujub) dengan pendapatnya sendiri. (HR. Ath-Thabrani)
    “Tuntutlah ilmu walau ke negeri Cina”
    * Telah berkata al-Baihaqy di kitabnya al-Madkhal (hal. 242) dan di kitabnya Syu’abul Iman (4/291 dan ini lafadznya), “Hadits ini matannya masyhur sedangkan isnadnya dla’if. Dan telah diriwayatkan dari beberapa jalan (sanad) yang semuanya dla’if.”

    catatan harian seorang muslim.


    Kamis, 26 November 2009

    "Pengertian puasa,Masalah Niat Berpuasa & Hal-hal yang membatalkannya"



    oleh : Syaikh Muhammad Shalih al-Munajjid


    Definisi Puasa

    Shaum (puasa) secara bahasa bermakna imsâk (menahan); dan secara syar’i bermakna: Menahan diri dari segala sesuatu yang dapat membatalkan mulai terbitnya fajar shubuh hingga terbenamnya matahari yang disertai dengan niat.


    Hukum Puasa

    Segenap umat Islam sepakat bahwa puasa di bulan Ramadhan itu hukumnya fardhu (wajib). Dalil dari Al-Qur’an adalah firman Allah:
    ياأيها الذين ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصيام كَمَا كُتِبَ عَلَى الذين مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
    “Wahai orang-orang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa.” (Al-Baqarah: 183)

    Dalil dari hadits (sunnah) adalah sabda Rasulullah:
    بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ. وذكر منها: صَوْمِ رَمَضَانَ.
    “Islam dibangun di atas lima perkara, –disebutkan di antaranya– puasa bulan Ramadhan.” (HR. Al-Bukhari).

    Barangsiapa yang tidak berpuasa (ifthar) sekalipun satu hari di siang Ramadhan tanpa udzur (alasan yang dibenarkan syara’) maka ia telah melakukan satu dosa besar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda tentang mimpi yang pernah ia saksikan:
    حَتَّى إِذَا كُنْتُ فِي سَوَاءِ اْلجَبَلِ إِذَا بِأَصْوَاتٍ شَدِيْدَةٍ، قُلْتُ: مَا هَذِهِ اْلأَصْوَاتِ ؟ قَالُوا: هَذَا عَوَاءُ أَهْلِ النَّارِ، ثُمَّ اِنْطَلَقَ بِي، فَإِذَا أَنَا بِقَوْمٍ مُعَلَّقِينَ بِعَرَاقِيْـبِهِمْ، مُشَقَّقَةً أَشْدَاقُهُمْ، تَسِيْلُ أَشْدَاقُهُمْ دَمًا، قَالَ: قُلْتُ: مَنْ هَؤُلاَءِ؟ قَالَ: الَّذِيْنَ يَفْطُرُوْنَ قبْلَ تَحِلَّةَ صَوْمِهِمْ.
    “Sampai ketika aku berada di tengah gunung, tiba-tiba terdengar suara-suara yang sangat keras. Maka aku bertanya, “Suara apa ini?” Mereka menjawab, “Ini adalah teriakan penghuni neraka.” Kemudian dia (Jibril) membawaku pergi, tiba-tiba aku telah berada di hadapan suatu kaum yang digantung dengan kaki di atas dan sudut mulut mereka terkoyak, dari sudut mulut mereka bercucuran darah. Maka aku bertanya, “Siapa mereka?” Jibril menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang berbuka puasa sebelum sampai waktunya.” (Shahihut Targhib wat Tarhib: 1/420)

    Al-Hafizh Adz-Dzahabi rahimahullah berkata, “Sudah menjadi ketetapan bagi kaum muslimin, bahwa barangsiapa yang meninggalkan puasa tanpa udzur (syar’i) maka ia lebih buruk dari pada pezina dan pecandu khamar, bahkan mereka meragukan keislamannya dan menganggapnya zindiq dan menyimpang dari agama.”

    Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Apabila (seseorang) tidak puasa di bulan Ramadhan karena menganggap halal (meninggalkannya), karena perbuatannya itu maka ia wajib dibunuh, dan bila ia orang fasiq maka harus dihukum karena berbuka di siang hari bulan Ramadhan.” (Majmu’ Fatawa: 25/265)


    Keutamaan Puasa

    Keutamaan puasa itu sangat besar. Di antara hadits shahih yang menerangkan keutamaannya adalah bahwasanya puasa telah dikhususkan oleh Allah bagi diri-Nya, dan bahwasanya Dialah yang langsung memberikan pahalanya, dengan melipatgandakan pahalanya untuk orang yang berpuasa dengan tanpa batas. Hadits menyebutkan:
    إِلاَّ الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أُجْزِي بِهِ.
    “Kecuali puasa, karena puasa adalah milik (bagi)-Ku dan Aku yang memberikan pahalanya.” (HR. Al-Bukhari).

    Dan sesungguhnya puasa itu tiada tandingannya, do’a orang yang berpuasa tidak ditolak, orang yang berpuasa mempunyai dua kebahagiaan, yaitu apabila ia berbuka puasa ia gembira karenanya, dan apabila ia bertemu dengan Tuhannya ia bahagia karena puasanya, puasa dapat memberikan syafa’at pada hari Kiamat kepada orang yang berpuasa, dimana ia akan berkata, “Wahai Rabbku, aku telah menghalanginya dari makanan dan syahwat di siang hari, maka izinkanlah aku memberikan syafa’at kepadanya”, dan sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa itu lebih harum di sisi Allah daripada harumnya minyak kasturi, puasa adalah perisai dan benteng yang paling kuat (yang mencegah) dari api neraka, dan barangsiapa yang berpuasa satu hari fi sabilillah niscaya Allah menjauhkan mukanya dari api neraka sejauh tujuh puluh tahun perjalanan, dan barangsiapa berpuasa satu hari karena semata mengharap keridhaan Allah dan ia mati dalam keadaan berpuasa, niscaya ia akan masuk surga, di surga itu ada pintu yang disebut Rayyan, darinya orang-orang yang berpuasa masuk (surga) dan tidak seorang pun masuk lewat pintu itu selain mereka.

    Sesungguhnya Ramadhan merupakan pilar (rukun) Islam, Al-Qur’an diturunkan di dalam bulan ini dan pada bulan ini pula terdapat Lailatul Qadar yang lebih baik dari pada seribu bulan. Apabila bulan Ramadhan tiba pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan dibelenggu. Puasa di bulan Ramadhan sama dengan puasa sepuluh bulan penuh.

    Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala dari Allah, niscaya dosa-dosanya yang telah lalu diampuni, dan Allah mempunyai banyak orang-orang yang dibebaskan (dari neraka) pada setiap berbuka. (Untuk keterangan lebih lanjut mengenai rujukan seputar hadits-hadits yang berkaitan dengan keutamaan puasa di atas silakan lihat buku terjemahan aslinya)


    Faedah Puasa

    • Puasa mengandung banyak hikmah dan faedah yang berkisar pada ketaqwaan yang disebutkan oleh Allah subhanahu wata'aala di dalam firman-Nya: “agar kamu bertaqwa.”
      Penjelasannya adalah: Sesungguhnya apabila nafsu dapat menahan dirinya dari perbuatan halal karena mendambakan keridhaan Allah subhanahu wata'aala dan takut hukuman-Nya, maka sudah pasti tunduk untuk menahan diri dari yang haram.


    • Sesungguhnya apabila perut seseorang lapar, maka rasa lapar indra yang lain terhalangi, dan apabila perutnya kenyang, maka akan laparlah lisan, mata, tangan dan kemaluannya (nafsu seksnya). Jadi, puasa itu dapat mematahkan rongrongan setan dan melumpuhkan syahwat dan menjaga anggota tubuh.


    • Sesungguhnya apabila orang yang berpuasa itu merasakan penderitaan lapar, maka ia akan merasakan pula penderitaan orang-orang fakir, maka akan timbullah rasa belas kasih dan uluran tangan untuk menutup kebutuhan mereka; karena sebagaimana pepatah mengatakan, “Berita itu tidak seperti dengan apa yang kita lihat dengan mata kepala kita sendiri” dan “orang yang naik kendaraan itu tidak akan mengetahui sengsaranya pejalan kaki kecuali apabila ia jalan kaki.”


    • Sesungguhnya puasa dapat mendidik dan menumbuhkan kemauan menghindarkan dari hawa nafsu dan jauh dari kemaksiatan, karena di waktu berpuasa kita dapat memaksa tabi’at kita dan menyapih nafsu dari kebiasaan-kebiasaannya.


    • Puasa juga membiasakan kita berdisiplin dan tepat waktu, yang mampu menanggulangi keteledoran banyak orang jikalau mereka berakal.


    • Puasa juga menampakkan prinsip kesatuan kaum muslimin, dimana segenap umat berpuasa dan berhari raya bersama pada bulan yang sama.


    • Di dalam berpuasa juga terdapat
    Masalah Niat Dalam Berpuasa


    • Di dalam berpuasa fardhu disyaratkan adanya niat, dan demikian pula di dalam setiap puasa wajib, seperti puasa qadha’ (mengganti) dan puasa kaffarat, karena hadits berbunyi:
      لاَ صِيَامَ لِمَنْ لَمْ يُبـَيِّتِ الصِّيَامَ مِنَ اللَّيْلِ.
      “Tidak sah puasa orang yang tidak berniat di malam harinya.” [Diriwayatkan oleh Abu Daud no. 2454. Riwayat ini dikuatkan oleh beberapa imam, seperti Al-Bukhari, An-Nasa’i, At-Tirmidzi dan lain-lain. Talkhish al-Habir, 2/188]

      Niat boleh dilakukan pada waktu kapan saja di malam hari, sekalipun sesaat sebelum fajar. Niat adalah tekad dan hasrat hati untuk melakukan pekerjaan, dan melafalkan (membaca lafal) niat itu bid’ah. Dan setiap orang yang mengetahui bahwa besok hari adalah hari bulan Ramadhan dan ia bermaksud akan berpuasa, maka ia berarti telah berniat. [Majmu’ Al-Fatawa, 25/215] Dan barangsiapa yang berniat berbuka di siang hari namun tidak berbuka, maka menurut pendapat yang kuat, puasanya tidak batal; hal ini seperti orang yang ingin berbicara di saat shalat namun tidak melakukannya. Dan ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa puasanya batal sekalipun hanya dengan sekedar memutus niatnya. Maka yang lebih hati-hati bagi orang yang melakukan demikian adalah menggantinya di lain hari. Sedangkan riddah (murtad, keluar dari agama) dapat membatalkan niat, tanpa diperselisihkan oleh ulama.

      Orang yang puasa Ramadhan tidak perlu memperbaharui niatnya pada setiap malam hari bulan Ramadhan, sudah cukup baginya niat di saat datangnya bulan Ramadhan. Namun jika ia memutus niatnya dengan berbuka di dalam perjalanan (safar) atau karena sakit maka (apabila ia akan berpuasa lagi) dan udzurnya telah tiada, maka ia wajib memperbaharui niatnya.


    • Puasa sunnah mutlak tidak disyaratkan berniat di malam harinya, karena ada hadits yang bersumber dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau menuturkan,
      دَخَلَ عَلَيَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ: هَلْ عِنْدَكُمْ شَيْءٌ؟ فَقُلْنَا: لاَ. قَالَ: فَإِنِّي إِذًا صَائِمٌ.
      “Pada suatu hari Rasulullah shallallahu shallallahu shallallahu 'alahi wasallamalahi wasallamalaihi wasallam datang kepadaku lalu bertanya, “Apakah kamu mempunyai sesuatu (yang bisa saya makan)?” Aisyah menjawab, “Tidak.” Maka Nabi bersabda, “Maka kalau begitu aku berpuasa.” [Diriwayatkan oleh Muslim, 2/809, terbitan Abdul Baqi]

      Adapun puasa sunnah khusus seperti puasa hari Arafah dan puasa Asyura’, maka yang lebih berhati-hati adalah berniat di malam hari.


    • Dan siapa yang telah memulai berpuasa wajib, seperti puasa qadha’ (mengganti), puasa nadzar atau puasa kaffarat, maka ia wajib menyem-purnakan (menyelesaikan)nya, ia tidak boleh membatalkannya tanpa alasan yang dibenarkan. Sedangkan puasa sunnah boleh dilanjutkan dan juga boleh dibatalkan [Diriwayatkan oleh Ahmad, 6/342] sekalipun tanpa alasan (uzur), karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah pada suatu hari berpuasa sunnah, lalu kemudian beliau makan. [Sebagaimana tersebut dalam Shahih Muslim dalam kisah Al-Hais al-ladzi uhdiya ilaihi ‘inda ‘Aisyah, no. 1154, terbitan Abdul Baqi] Namun apakah orang yang membatalkan puasa sunnahnya itu mendapat pahala atas puasa sebagian hari yang telah dilakukannya? Sebagian ulama ada berpendapat tidak mendapat pahala [Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah, 38/13], dan yang afdhalnya bagi yang berpuasa sunnah adalah menyempurnakan puasanya kalau tidak ada kepentingan (maslahat) syar’i yang mengharuskan ia memutus puasanya.


    • Orang yang tidak mengetahui bahwa bulan suci Ramadhan telah tiba kecuali setelah fajar Shubuh terbit, maka ia wajib imsak (menahan dari yang membatalkan) pada hari itu dan ia wajib menggantinya, sebagaimana pendapat jumhur ulama; karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda,
      لاَ صِيَامَ لِمَنْ لَمْ يُبـَيِّتِ الصِّيَامَ مِنَ اللَّيْلِ.
      “Tidak sah puasa bagi orang yang tidak berniat puasa di malam harinya.” [Diriwayatkan oleh Abu Daud, no. 2454]


    • Orang yang dipenjara dan orang yang ditahan, jika mengetahui masuknya bulan Ramadhan apakah itu dengan kesaksian dirinya sendiri atau berita dari seorang yang terpercaya, maka ia wajib berpuasa, dan jika tidak, maka ia harus berusaha semaksimal mungkin untuk mengetahui datangnya bulan suci Ramadhan dan melakukan puasa menurut dugaan kuatnya bahwa Ramadhan telah tiba. Lalu jika setelah itu puasanya pas (bertepatan) dengan bulan suci Ramadhan, maka puasanya sah, sebagaimana pendapat jumhur ulama. Dan jika puasanya bertepatan dengan sesudah bulan Ramadhan, maka puasanya masih tetap sah menurut pendapat jumhur ulama fiqh, namun jika puasanya bertepatan dengan bulan sebelum Ramadhan, maka puasanya tidak sah dan ia wajib mengganti hari puasa yang tidak bertepatan dengan hari bulan Ramadhan. Dan kalau puasa si terpenjara itu sebagian harinya bertepatan dengan hari-hari bulan Ramadhan dan sebagian lagi tidak, maka puasa yang bertepatan dengan sebagian bulan Ramadhan dan yang sesudah bulan Ramadhan itu sah, sedangkan yang bertepatan dengan hari-hari sebelum bulan Ramadhan itu tidak sah. Dan jika keadaan terus tidak memungkinkannya untuk dapat memastikan bulan Rama-dhan, maka puasanya sah, karena ia telah mencurahkan segala kemampuannya (untuk mengetahui Ramadhan), sedangkan Allah tidak membebani seorang jiwa pun kecuali menurut kadar kemampuannya. [Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah, 38/84] 


      Hal-hal yang Membatalkan


    • Semua hal yang membatalkan puasa selain haidh dan nifas tidak menjadikan puasa seseorang batal kecuali ada tiga syarat, yaitu: Orang itu mengerti bukan orang jahil, ingat dan tidak lupa, pilihannya sendiri bukan karena terpaksa atau dipaksa.

      Di antara hal-hal yang membatalkan puasa itu ada semacam pengeluaran, seperti jima’ (persetubuhan), sengaja memuntahkan, haidh dan berbekam; dan ada pula semacam pengisian perut, seperti makan dan minum. [Majmu’ Fatawa, 25/248]


    • Di antara hal-hal yang membatalkan juga ada yang semacam (semakna dengan) makan dan minum, seperti obat-obatan, pil yang ditelan lewat tenggorokan atau diinfus, dan demikian pula transfusi darah.

      Adapun suntikan yang bukan sebagai pengganti makanan atau minuman, akan tetapi hanya untuk pengobatan, seperti suntikan penisilin, insulin, atau seperti suntikan untuk tambah gairah tubuh, atau suntikan imunisasi, maka hal tersebut tidak membatalkan puasa, apakah itu disuntikan lewat otot atau urat nadi. Namun sebaiknya hal itu dilakukan di malam hari sebagai sikap hati-hati. [Fatawa Ibnu Ibrahim, 4/189] Dan cuci darah yang mengharuskan dikeluarkannya darah secara keseluruhan untuk dibersihkan kemudian dikembalikan lagi dengan ditambah bahan kimia dan suplemen, seperti zat gula, garam atau lainnya, maka hal ini tidak dianggap mem-batalkan. [Fatawa Al-Lajnah Ad-Da’imah, 10/90] Pendapat yang kuat adalah bahwa injeksi bius, obat tetesan mata dan telinga, cabut gigi dan pengobatan luka-luka, semua itu tidak membatalkan. [Majmu’ Fatawa Syaikhul Islam, 25/233, 25/245] Gas penawar asma juga tidak membatalkan, karena gas tersebut dialirkan ke paru-paru tidak merupakan makan dan selalu diperlukan di dalam dan di luar (waktu) puasa. Dan pengambilan darah untuk kepentingan pemeriksaan juga tidak membatalkan, bahkan dima’fu, karena merupakan hal yang dibutuhkan. [Fatawa Ad-Da’wah, Ibnu Baz, no. 979] Dan obat kumur juga tidak membatalkan selagi tidak ditelan. Dan orang yang memasukkan sesuatu ke lobang giginya, lalu rasa benda itu ada di tenggorokan maka hal itu tidak merusak puasanya. [Dari fatwanya Syaikh Abdul Aziz bin Baz secara lisan]



    • www.hidayah.com

    Rabu, 25 November 2009

    "Keutamaan Puasa Arofah"


    PUASA AROFAH
    Penjelasan  Puasa Arofah
    Puasa Arafah merupakan salah satu amalan yang paling afdhal dan salah satu amalan yang dilebihkan oleh Allah سبحانه وتعلى dari amalan-amalan shalih lain.


    Puasa Sunat Hari 'Arafah. Hari 'Arafah ialah hari kesembilan dalam bulan Zulhijjah. Ia merupakan hari terbaik sepanjang tahun kerana Nabi s.a.w. pernah bersabda: “Tidak ada hari yang paling banyak Allah membebaskan hambanya pada hari ...
    Puasa hari 'Arafah ialah puasa sunat pada hari kesembilan Dzulhijjah yang disunatkan bagi mereka yang tidak melakukan ibadah haji. Kelebihan berpuasa pada hari ini ialah ia dapat menghapuskan dosa-dosa setahun yang telah lalu dan dosa ...
    ya, sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Rasululllah صلى الله عليه وسلم bersabda :


    عن أبي فتاجة – رضي الله عنه – قال : سئل رسول الله صلى الله عليه وسلم : عن صوم بوم عرفة : ((يكفر الستة الماضية والباقية)) رواه مسلم

    Dari Abi Qatadah radhiyallahu anhu, berkata : Rasulullah صلى الله عليه وسلم  ditanya tentang berpuasa pada hari Arafah : Menghapuskan dosa setahun sebelum dan sedudahnya" (HR. Muslim)


    Jelas dalam hadits tersebut Rasulullah  صلى الله عليه وسلم  menjelaskan mengenai keutamaan Puasa Arafah, menghapuskan dosa setahun sebelum dan sesudahnya, namun dosa yang dimaksud di sini bukanlah dosa besar, melainkan dosa-dosa kecil yang dilakukan oleh umat muslim. Namun, beberapa ulama berpendapat bahwa umat muslim yang dihapuskan dosanya adalah mereka yang tidak pernah melakukan dosa besar. Sedangkan mereka yang melakukan dosa besar, dosa-dosa kecilnya tidak dapat terhapus, sebelum ia melakukan taubatan nassuha.
     Kesimpulan:
    Saudaraku Muslimah, adakalanya fadhilah dari puasa arofah sangat utama , sehingga apa salahnya kita menjalankan puasa sunnah ini dengan ikhlas dan sabar dalam menunaikannya. Jadi insya Allah dengan berpusa kita mendapat manfaat yang sangat utama bagi bekal kita kelak di negeri akhirat.Semoga Allah menerima ibadah puasa sunnah.Amin.


    Selasa, 24 November 2009

    Batasan Aurat Wanita


    Batasan Aurat Wanita
    Aurat wanita adalah seluruh anggota tubuhnya kecuali wajah dan dua telapak tangannya. Lehernya adalah aurat, rambutnya juga aurat bagi orang yang bukan mahram, meskipun cuma selembar. Seluruh tubuh kecuali wajah dan dua telapak tangan adalah aurat yang wajib ditutup. Hal ini berlandaskan firman Allah SWT:
    Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya.” (Qs. an-Nuur [24]: 31).
    Yang dimaksud “wa laa yubdiina ziinatahunna” (janganlah mereka menampakkan perhiasannya), adalah “wa laa yubdiina mahalla ziinatahinna” (janganlah mereka menampakkan tempat-tempat (anggota tubuh) yang di situ dikenakan perhiasan).
    Jadi, yang dimaksud dengan apa yang nampak dari padanya adalah wajah dan dua telapak tangan. Sebab kedua anggota tubuh inilah yang biasa nampak dari kalangan muslimah di hadapan Nabi Saw sedangkan beliau mendiamkannya. Kedua anggota tubuh ini pula yang nampak dalam ibadah-ibadah seperti haji dan shalat. Kedua anggota tubuh ini biasa terlihat di masa Rasulullah Saw, yaitu di masa masih turunnya ayat al-Qur’an (An-Nabhani, 1990 : 45). Di samping itu terdapat alasan lain yang menunjukkan bahwasanya seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan dua telapak tangan karena sabda Rasulullah Saw kepada Asma’ binti Abu Bakar:
    Wahai Asma’ sesungguhnya seorang wanita itu apabila telah baligh (haidl) maka tidak boleh baginya menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini, seraya menunjukkan wajah dan telapak tangannya.” [HR. Abu Dawud].
    Maka diwajibkan atas wanita untuk menutupi auratnya, yaitu menutupi seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak tangannya.
    saran: saudaraku, setelah membaca sekilas mengenai alasan mengapa wanita di wajibkan untuk berjilbab mari kita sama-sama tuk belajar menutupi aurat , setidaknya dengan belajar menutupi aurot kita dapat terhindar dari fitnah lagi perbuatan yang mendekati zina.